#fanfic_OnePiece #Shinandi_Revolusioner_SouthBlue Chapter 1: TITAH SANG JENDRAL
- Muhammad Taufik a.k.a Lempok Durian
- Jun 24, 2017
- 5 min read

Pagi tengah beranjak pergi. Gemuruh tanah menderu berirama ketika mata cangkul menghujaminya. Ada juga percik air yang bersorak gembira mengguyuri jagung-jagung muda di ladang. Daun-daun tertawa riang dimandikan si empunya ladang. Pagi ini, suasana ladang telah sedemikan semaraknya. Dan aku turut serta dalam kesemarakan itu.
.
Tak jauh di depanku, kulihat sekumpulan orang yang saling berbincang. Empat di antaranya berpakaian serdadu, bertubuh tinggi semampai, berkulit putih, dan bermata cokelat muda—serdadu Pemerintah Dunia. Dua lainnya berpakaian katun hitam-hitam, dengan saluak teronggok di kepala. Apa lagi yang mereka bincangkan kalau bukan tentang Benteng Daru-daru.
.
Berita jatuhnya Benteng Daru-daru ke tangan Pemerintah Dunia telah tersebar luas ke seantero negeri. Pasukan Revolusi South Blue telah kehilangan pilar terakhirnya. Begitulah yang diketahui Pemerintah Dunia untuk saat ini. Padahal peristiwa itu baru berlalu 10 hari, tapi dengan gegap gempita mereka mengabarkannya kepada seluruh lapisan masyarakat Andalas. Tentu saja yang mereka harapkan adalah runtuhnya semangat juang masyarakat untuk mengangkat senjata.
.
Penunggang kuda handal, penerima burung merpati, pemuda yang bertubuh kekar, semua diperiksa secara ketat oleh Pemerintah Dunia. Mereka takut akan kemunculan penerus Jendral Megantara dan Jendral Fajru Bayu yang belasan tahun ini telah merepotkan mereka. Luhak ini, Pematangduri, pun tak luput dari pengawasan Pemerintah Dunia dan mata-matanya. Tak jarang sisa-sisa Laskar Revolusi Tambuzai tertangkap karena pengaduan para mata-mata.
.
“Lempok, kemarilah!” Kurdi, salah seorang yang berpakaian hitam-hitam, memanggilku. Sudah dapat kupastikan, ia adalah salah satu mata-mata Pemerintah Dunia yang beroperasi di luhak ini. Penjilat keparat! Bajingan tengik yang tega menjual nasib bangsa demi kemakmuran pribadi.
.
Terpaksa kutinggalkan pekerjaanku di ladang. Dengan langkah terseok-seok aku mendatangi mereka. Langkah yang sengaja kutunjukkan agar dikira sebagai orang pincang.
.
“Apa pasal, Pak Cik?” tanyaku.
.
“Mereka ini para serdadu Pemerintah Dunia dari Bonzoa, jamulah mereka,” pintanya.
.
“Tuan-tuan, pemuda ini bernama Lempok Durian. 4 bulan yang lalu datang ke luhak ini. Ia petani Jagung dan pembuat sup yang handal. Bahkan istriku kalah pandai olehnya. Hahaha. Cacat fisiknya memang memang memaksanya untuk bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan perempuan saja,” panjang lebar si bangsat tua ini memperkenalkan dan mempermalukanku.
.
Aku menyunggingkan senyum kepada para serdadu itu seraya menganggukkan kepala sebagai isyarat hormat.
.
“Mari, Tuan-tuan,” ajakku. Aku menuntun mereka menuju gubuk. Gubuk yang 4 bulanan ini telah menjadi tempatku bernaung.
.
Kusuguhi mereka dengan masakanku. Mereka makan dengan lahapnya. Memang telah menjadi kewajaran bagi kami, para Laskar Revolusi Tambuzai, untuk piawai dalam urusan masak-memasak sekali pun.
.
Beberapa waktu kemudian, mereka keluar dari gubukku. Keluar dengan wajah berseri-seri. Beberapa kali mengucapkan terimakasih atas jamuanku. Tak lama setelahnya, mereka berpamitan kepada Kurdi dan Saroji. Melanjutkan tugas patrolinya. Aku kembali ke ladang. Meneruskan pekerjaan yang sempat tertunda—menyiangi ladang.
.
“Ooooi ... ikan bersisik, ayam berbulu, jagung berbungkus surai, manusia hendaklah berpakaikan kain. Tuan dan puan penduduk Luhak Pematangduri, saya jajakan kepada Anda sekalian pakaian bermutu dari Zamdera Pazai. Supaya bertambah kehormatan Anda sekalian, supaya semakin elok tampilan Anda.” Seorang penjaja pakaian memasuki kampung. Orang-orang berduyun-duyun mendatanginya. Suara yang cukup familiar di telingaku.
.
Aku yang semula hendak ke ladang, malah mengikuti langkah orang-orang. Lalu kudapati diriku di tengah keramaian yang mengelilingi si penjaja pakaian. Sang penjaja pakaian dengan sigapnya menyikapi penawaran orang-orang.
.
Seketika pandangan kami berbenturan. Ia tersenyum. Kemudian menolehkan pandangannya ke arah lain. Ia menyentuh mata kiri, mata kanan, dan ubun-ubunnya dengan jari manis. Tak dapat diragukan lagi, itu Faisal. Baru saja ia menunjukkan isyarat seorang pembawa pesan Revolusioner Tambuzai. Ada pesan untuk kami. Memang piawai benar Faisal berlagak sebagai seorang penjaja pakaian. Tak perlulah aku ambil pusing, di mana dan bagaimana ia mendapatkan pakaian-pakaian yang bagus begini.
.
Aku mendekat, berpura-pura tertarik pada pakaian yang dijajakannya.
.
“Oo, Tuan. Hemat saya, jubah ini sangat cocok dengan Tuan,” ia menyodorkan sehelai jubah padaku. Di bawah jubah itu terselip segulungan kertas. Dengan hati-hati kumasukkan gulungan tersebut ke dalam baju yang kukenakan. Kemudian aku menimang-nimang jubah yang ditawarkan Faisal.
.
“Berapa harga jubah ini, Tuan?” tanyaku.
.
“Murah saja, hanya 50 Berry, Tuan,” sahutnya.
.
“Aku tak punya uang sebanyak itu. Maaf,” kukembalikan jubah itu padanya.
.
“Sangat disayangkan, Tuan,” balasnya. Ketika menerima sodoran jubah dariku, ia berbisik, “Harazubai, Komandan. Surat itu langsung dari Jendral Fajru Bayu.”
.
***
.
Aku menutup pintu gubuk rapat-rapat. Ada perasaan lega setelah bertemu Faisal tadi, Jendral Fajru Bayu masih hidup!
.
Setelah memastikan tidak ada orang yang dapat melihatku saat ini, gulungan surat dari Jendral Fajru Bayu kubuka. Surat yang tak lazim sebagaimana surat biasa.
.
Kukisahkah sebuah cerita yang tersebar di Barat
Bangau bertelur emas
Gadis yang dipertuani Bangau memang beruntung punya
Jahat, jahatlah mereka yang merebut paksa Bangau dari sang Gadis
Sungguh pun Bangau telah berada di tangan para pencuri
Air suci yang menjadi kunci pembentukan telur tiada pada mereka
Bangau tak bertelur emas lagi
Kosonglah pundi-pundi harapan mereka, rasakan!
.
Sebuah pesan telah beliau sampaikan. Tentu saja kami, para Janissary Tambuzai, dengan mudah menangkap isinya. Janissary Tambuzai adalah pasukan khusus yang mendapatkan komando langsung dari Jendral Fajru Bayu. Hanya orang-orang terpilih yang dapat bergabung dalam pasukan ini. Keahlian menggunakan bedil, menunggangi kuda, berpedang, memanah, bersyair, dan mengumpulkan informasi adalah enam syarat mutlak yang harus dimiliki setiap Janissary Tambuzai.
.
Aku adalah komandan ketiga dari Janissary Tambuzai. Terdapat 5 kelompok dalam pasukan khusus ini. Setiap kelompok terdiri atas 6 orang. Berdasarkan hasil musyawarah kami lima bulan yang lalu, kelompok pertama dan kedua akan mendampingi Jendral Fajru Bayu di Benteng Daru-daru, sedangkan pasukan ketiga, keempat, dan kelima berpencar mengumpulkan informasi dan mempersiapkan jalur pengunduran diri jika sewaktu-waktu Benteng Daru-daru jatuh. Jendral Fajru Bayu menugasi kelompokku mengumpulkan informasi di Luhak Pematangduri. Pasukan Fudofu dan Adji Dewa ditugaskan ke Luhak Lipatkain dan Rokan Hilir.
.
Berdasarkan surat Jendral, maka wilayah Adji Dewa adalah wilayah yang paling strategis bagi sisa-sisa pasukan Revolusi Tambuzai untuk menghimpun diri. Agaknya Jendral hendak membawa kami hijrah ke Negeri Sembilan, Malaya. Andalas memang sudah dikuasai Pemerintah Dunia sepenuhnya. Di Malayalah kami akan menata ulang kekuatan. Kemudian kembali mengguncang para penjajah itu, membuat mereka enyah dari negeri ini.
.
Setelah kejatuhan Bonzoa dan tertangkapnya Jendral Megantara 2 tahun yang lalu, perjuangan pasukan revolusi South Blue berpusat pada kepemimpinan Jendral Fajru Bayu di Tambuzai. Tapi saat ini, Pemerintah Dunia benar-benar telah mengerahkan kekuatan yang mahabesar untuk menghancurkan pasukan revolusi di South Blue. Tak ayal lagi, Benteng Daru-daru telah jatuh ke tangan Pemerintah Dunia.
.
Kuhubungi wakilku, Ragatyas. Kutugaskan ia mengabarkan keempat anggota lainnya untuk berkumpul di hutan tepi luhak dalam kondisi perlengkapan penuh. Malam ini juga kami akan berangkat menuju tempat yang ditunjukkan pada surat sang Jendral.
.
***
.
“Bergeloralah jiwa laksana api, tunjukkan padaku wahai Laskar Revolusi! Harazubai! Harazubai! Harazubai!” kusapa keempat bawahanku dengan salam pembuka khas kami.
.
“Harazubai! Harazubai! Harazubai!!!” pekik mereka menjawab salamku.
.
Berguncang hebat tanah lapang tempat kami berkumpul. Dalam kondisi ini, bahkan kami mampu menghabisi tiga peleton pasukan Pemerintah Dunia. Ya, ini bukan bualan belaka. Kami, Janissary Tambuzai, adalah yang terpilih dari yang terpilih di antara Laskar Revolusi South Blue.
.
“Kita akan berangkat menuju Kubang Gajah, Sungai Bangko. Pastikan kalian tetap berada dalam formasi. Kita akan tiba di sana menjelang fajar menyingsing!”
.
“Dimengerti!” jawab mereka.
.
Seperti yang dititahkan oleh Jendral Fajru Bayu pada surat, tujuan kami adalah Kubang Gajah, Sungai Bangko. Rangkaian kata yang bisa kau temui dengan memenggal setiap suku kata pertama baris-baris pada syair.
.
*****
.
Bandung, Juni 2017
-Lempok Durian-
Comments